Cerpen Individu 31-34



Nama.   : Tintin Muliani
No.         : 31
Kelas.    : X.6
Mimpi-mimpi

     Kim Tae-hyung, ia adalah remaja keturunan Indo-Korea yang lahir di Daegu. Saat berusia 5 tahun ia ikut ayahnya tinggal di Indonesia dikarenakan ayahnya yang mendapat tugas di Indonesia. Dua tahun tinggal di Indonesia, ia mengenal gadis kecil bernama Virgy. Virgy seorang gadis yang ramah, membuatnya cepat akrab dengan orang baru yang dikenalnya. Tae dan Virgy berselisih umur 3 tahun, dimana Tae sebenarnya 2 tahun lebih tua dari Virgy.

Tae sering bercerita dengan Virgy. Keduanya begitu antusias dengan perbedaan diantara mereka. Tae sering menceritakan mimpinya yang ingin menjadi seorang vokalis. Tak hanya bercerita, Tae pun sering bernyanyi bersama Virgy. Hingga kini mimpinya itu telah terwujud. Tae kini adalah seorang member sebuah boy group  di korea yang bernama Bulletproof Boy Scouts. Karena pekerjaannya itu, Tae terpaksa meninggalkan Indonesia. Ia kehilangan komunikasi dengan sahabatnya itu. Dan kini Tae sangat merindukan sahabat itu.

Sore itu, Tae dan Yoongi menelusuri jalanan Kota Seoul yang ramai. Tae dan Yoongi memang suka berjalan-jalan walaupun itu sedikit membahayakan. Mereka berdua adalah member BBS yang pandai menyamar. Kali ini mereka mengenakan setelan celana panjang, hoodie biru dan memakai rambut keriting serta masker. Mereka berjalan dengan santai layaknya manusia biasa.

"Tae-hyung!" Tae seketika terkejut mendengar seseorang memanggil namanya.

Tae dan Yoongi menghentikan langkahnya. Mereka saling melirik, seolah tau apa yang sama-sama mereka pikirkan.

"Kita dikenali?" Kalimat itu tersirat dari tatapan Yoongi.

Tae hanya mengerdikkan bahunya tanda tidak tahu. Lalu dengan cepat Tae berlari meninggalkan Yoongi di tempat itu.

"Hey kau! Tunggu aku!" Teriak Yoongi yang menyusulnya berlari.

"Eh? Aku bukan sasaeng."  Gadis itu berjalan mengejarnya.

Disisi lain,Tae dan Yoongi berbelok ke sebuah jalan menuju permukiman. Mereka bersembunyi di balik sepasang pohon besar yang terletak di sudut pertigaan. Mereka mencoba mengatur nafasnya yang terengah-engah.

"Tae-Kim!"

'Tae Kim?' Batin Tae

Tae langsung keluar dari persembunyiannya lalu menghampiri gadis itu. Diikuti Yoongi yang terlihat bingung dengan Tae. Lalu gadis itu menoleh. Seketika mata Tae terbelalak dan iris obsidian-nya membesar.

"Vivi?" Tae membuka maskernya.

"Tae aku tau itu kau"

"Bagaimana kau bisa mengenaliku?"

"Dari matamu"

"Phi, jangan ceroboh!" Cegah Yoongi. Tae kembali memakai maskernya.

"Phi, siapa dia?" Lanjutnya.

"Dia Virgy, sahabat kecilku dari Indonesia"

"Ah,jinjjayo? (*benarkah?). Annyeonghaseyo Virgy-ssi." Yoongi membungkuk memberi salam. Virgy melakukan hal yang sama untuk memberi salam.

"Ayo duduk disana." Tae menunjuk sebuah bangku di tepi trotoar jalan.

 Mereka berjalan kearah sana. Tae dan Virgy saling bercerita. Menceritakan pengalaman yang mereka lalui saat mereka berpisah. Sesekali mereka bercanda, berbagi tawa yang telah lama tidak mereka rasakan bersama. Di sudut lain, seorang Yoongi sedang kesal karena sedari tadi ia diacuhkan. Ia menyimak percakapan dua manusia yang pernah berpisah itu. Mendengarkannya dengan baik. Sesekali ikut tertawa ketika dua manusia di depannya itu sedang bercanda meskipun sebenarnya ia sedikit kesal.

Malam esoknya tepat pukul tujuh kurang lima belas menit, Tae telah berpakaian rapi. Mengenakan setelan jas berwarna putih tulang, dengan hem putih tanpa dasi. Ia mengendap keluar dari gedung BBS lalu mengendarai sebuah mobil hitam menuju suatu tempat. Tae berhenti di depan sebuah hotel. Ia mengeluarkan ponselnya dan terlihat sedang menghubungi seseorang.

Satu menit. Dua menit. Tiga menit. Seorang gadis berpiyama biru dan mengenakan jaket coklat tampak berlari dari lobi menuju halaman parkir. Dia adalah Virgy. Tae menurunkan kaca mobilnya dan gadis itu menghampirinya.

"Ada apa?"

"Ayo berkencan!"

"Apa?!!" Virgy terkejut. Ia menatap Tae dengan tatapan heran dan tak percaya. Sedangkan yang ditatap memasang ekspresi datar tak berdosa.

"Pffffftttt........ Bwahahahahahah" Tawa Tae meledak

"Lihat, ekspresimu tadi sangat lucu."

Gadis itu membuang wajahnya menatap samping. Menyembunyikan semburat merah di wajahnya yang terasa panas. Tentu saja ia sangat malu. Bahkan kini degupan jantungnya terdengar cukup keras.

"Mianhae,aku hanya bercanda (*maaf). Cepat ganti bajumu! Aku akan mengajakmu ke suatu tempat." Jelasnya.

Dengan perasaan campur aduk Virgy kembali ke hotel untuk mengganti pakaiannya. Setelah Virgy kembali, Tae membawanya menuju sebuah restoran. Tae telah memesan satu ruang untuk mereka berdua. Ruang itu terhias sangat cantik. Bohlam jingga menghiasi sekeliling ruangan. Hanya ada sebuah meja disana. Berada tepat disamping dinding, dimana mereka bisa melihat pemandangan kota dibawahnya yang bercahaya.

Beberapa saat kemudian, pelayan datang membawakan pesanan Tae. Virgy diminta untuk membuka tudung saji di depannya. Ia terkejut ketika mendapati sebuah kue berbentuk hati dengan krim stroberi yang menyelimuti. Diatasnya terdapat sepasang merpati yang dibuat dari coklat putih. Didepan merpati terukir nama 'Virgy Tiffani'.

"Selamat ulang tahun,Vivi!" Ucap Tae dengan senyum kotaknya.

"Woaa. Terimakasih Taetae. Kamu masih ingat dengan hari ulang tahunku ternyata." Virgy berbinar.

"Tentu. Sudah lama aku ingin sekali merayakan ulang tahunmu."

Seperti ulang tahun pada umumnya, Virgy membuat permohonan, meniup lilin dan memotong kue. Hampir saja mereka bermain dengan krim lengket itu. Namun batal karena Tae mengingatkan tentang situasi dan kondisi. Setelah selesai, Tae membawa Virgy ke Lotte Park. Disana mereka menaiki Swing Tree, Crazy Cup, serta Let Scream.

"Ah, Tae! Aku ingin kesana" pinta Virgy sembari menunjuk sebuah wahana.

"Tomb of Horror? Kau yakin?"

"Ne (*iya). Kenapa? Kau masih takut?"

"Aniyo (*tidak). Ayo kesana, pasti menyenangkan."

Mereka masuk ke wahana tersebut. Posisi yang takut disini adalah Tae sendiri. Sebenarnya ia tidak takut dengan hantu yang seram, hanya saja ia benci melihat rupa hantu yang tidak mengenakkan itu. Seringkali Tae tiba-tiba tersentak atau bahkan tanpa sengaja menggenggam tangan Virgy ketika sesuatu yang dibencinya itu muncul. Virgy hanya menahan tawa melihat kelakuan Tae yang seperti anak kecil.

"Aaaaaa!!!"

"Aaa!!"

"Ah kau ini mengagetkanku!" Gerutu Virgy mendapati Tae tiba-tiba berteriak karena sebuah boneka seram jatuh tepat di hadapannya.

"Menyebalkan!" Ucap Tae sambil melewati boneka di depannya.

Mereka kini telah berhasil keluar dari wahana tersebut. Tae terlihat sedikit pucat dan Virgy malah menertawainya. Tubuhnya berkeringat padahal di dalam sana adalah ruang berpendingin. Hari ini Virgy dengan puas menertawakan sahabatnya itu.

Virgy telah diantarkan ke hotelnya. Tae berada di lantai atas, menelusuri lorong gedung menuju kamarnya. Ia mengeluarkan sebuah kartu hendak membuka pintu kamarnya.

"Hyung (*kakak), kau sudah mengatakannya?" Ucap Jungkook yang tiba-tiba saja sudah di belakang Tae.

"Apa maksudmu?" Tae memasuki kamarnya, diikuti oleh Jungkook.

"Bukankah Hyung menemui Noona (*kakak perempuan) tadi untuk mengatakannya?" Jungkook merebahkan tubuhnya di sofa milik Tae.

"Yak! Jungkook! Kau membuntuti kawanmu lagi,huh? Eumm. Soal itu, sepertinya aku tidak akan pernah mengatakannya"

"Wae?" (*kenapa?)

"Tak apa, sudahlah kamu keluar sana! Hyungmu ini mau istirahat"

"Tidak mau,"-Jungkook beralih ke tempat tidur Tae-"Jungkook mau tidur disini sama Tae."

"Ah, baiklah-baiklah." Mereka pun berbagi tempat tidur.

Enam bulan telah berlalu. Sehari setelah perayaan ulang tahun di Korea hari itu, Virgy kembali ke Indonesia. Ia kini telah selesai wisuda pascasarjana-nya. Beberapa hari yang lalu, ia mendengar rumor bahwa Tae keluar dari member BBS. Berkali-kali Virgy mencoba menghubungi Tae namun selalu gagal. Ia juga mencari informasi tentangnya tetapi tidak ada satupun media yang membahasnya dengan detail. Virgy memutuskan pergi ke Korea untuk memastikan keberadaan Tae.

Di tempat lain, tepat pukul 9 pagi seorang pria tengah berada di dalam taksi. Entah mengapa ia tidak segera keluar dari mobil padahal mobil itu telah berhenti di tempat tujuannya. Pandangannya mengarah ke luar jendela. Bola mata miliknya mengikuti pergerakan seorang gadis yang keluar dari Bandara Daegu dengan setengah berlari. Pria itu merogoh ponsel yang berada di saku koper miliknya.

"Yobosseyo (*halo). Aku melihat Virgy di bandara, namun aku segaja tidak menemuinya. Jika nanti dia kesana tolong berikan kotak musik yang aku titipkan padamu hari itu. Dan kumohon jangan mengatakan apapun tentangku. Suruh dia pulang dan katakan untuk tidak usah mencariku." Jelasnya pada seseorang di seberang telepon.

"Baiklah,gomawo (*terimakasih). Iya,aku akan berhati-hati. Jangan lupa kalian semua untuk merindukanku. Bye-bye."

Tut..

Tae memasukkan ponsel ke dalam saku jas putih miliknya. Ia turun dari taksi lalu berjalan memasuki bandara yang sama dimana Virgy keluar dari sana beberapa saat lalu. Kini Tae telah duduk di dalam pesawat, memandang daratan yang perlahan ditinggalkannya.

'Tak apa,Taehyung. Menjadi anggota militer tidak seburuk yang kamu bayangkan. Kau tahu? Mimpi orang tuamu lebih berarti dari mimpimu sendiri.' Gumamnya  pada dirinya sendiri. Pejaman mata membiarkan dirinya terbawa terbang. Seperti kupu-kupu yang rela meninggalkan kepompongnya.

Analisis cerpen
Unsur Intrinsik
·         Tema                    : Pengorbanan demi orang tua
·         Alur                      : Maju (menceritakan kejadian secara beruntun)
·         Tokoh dan watak :
-          Tae.     : baik, penurut, rajin, ikhlas, lucu,
-         Yoongi    : baik, penggerutu, ramah,sopan
-         Jungkook       : baik, sedikit tidak sopan karena penguntit, lucu, manja
-         Virgy.           : ramah,baik, sopan
·         Latar                     :
-          Tempat           : Negara Indonesia, Seoul, Bandara Daegu, Restoran, Lotte Park, Gedung BBS, Hotel,
-          Suasana          : bahagia, sedih, tegang, lucu,
-          Waktu            : malam,pagi
·         Sudut pandang     : orang ketiga serba tau
·         Amanat                       :
-          kita harus berbakti kepada orang tua
-          Kejarlah cita-cita sebelum cinta
-          Relakan yang pergi demi yang lebih baik

Ø Unsur Ekstrinsik

·         Nilai Moral
Kita harus berbakti kepada orang tua, jangan pernah membuat mereka kecewa dengan kelakuanmu.

·         Nilai Budaya
Kita harus berbaki kepada orang tua agar perjuagan kita berkah.

·         Nilai Sosial
Kita harus mementingkan kepentingan orang lain diatas kepentingan pribadi. Kita tidak boleh membedakan SARA.

·         Nilai Pendidikan
Sopan santun dan ramah akan membuatmu disenangi banyak orang. Turuti perkataan orang tua,selagi itu baik untukmu.





Nama: Titania Amanda Putri
No: 32
Kelas: XA6
Rumi Prajurit Pemberani
Pada zaman dahuluada sebuah desa yang berada di lingkup kerajaan.Kerajaan tersebut beradadibawah kekuasaan seorang raja yang sangat semena-mena terhadap rakyatnya. Rakyat harus menurut pada raja, bahkan jika ada rakyat yang membangkang mereka akan dihukum mati, atau paling tidak dipenjara seumur hidup dan dipaksa untuk kerja rodi. Semua rakyat takut terhadap raja, kecuali Rumi, seorang pemuda pemberani yang nekat kabur dari wilayah kerajaan tersebut, walaupun ia tahu jika ia ketahuan ia beserta seluruh keluarganya akan dihukum mati. Ibu dan ayahnya sudah memperingatkannya untuk tetap tinggal, tetapi ia menolak, ia berfikir bahwa hak manusia di sana sangat dibatasi.
Pada suatu malam ia berkehendak untuk pergi ke sebuah kerajaan yang berada di seberang pulau, ia pernah mendengar bahwa raja di kerajaan tersebut merupakan raja yang adil dan bijaksana. Ia mengendap-endap menuju ke laut, menghindari para prajurit yang sedang menjaga. Ia sudah berada di tepi laut, ia melihat kesana kemari memastikan bahwa tidak ada orang disana. Lalu ia langsung masuk kedalam air dan mulai berenang menyebrangi pulau. Ia berenang terus dengan penuh semangat.
 Tibalah ia pada saat fajar sedang terbit, ia merasa sangat lelah karena telah berenang selama berjam-jam. Ia kemudian beristirahat sebentar di bawah sebuah pohon yang berada di dekat laut. Tiba-tiba ada seorang kakek tua yang lewat didepan Rumi, kakek tersebut langsung menghampiri Rumi dan bertanya,
“Wahai anak muda, siapa namamu dan kenapa bajumu basah seperti itu?” tanya kakek tersebut.
“Nama saya Rumi kek dan saya hanya berenang di laut.” Jawab Rumi.
“Dimana kamu tinggal wahai anak muda?” tanya kakek itu lagi.
“Sebenarnya rumah saya sangat jauh dari sini kek.” Kata Rumi.
“Jika kamu mau, kamu bisa tinggal sementara di rumah kakek, lagi pula kekek tinggal sendirian di rumah.” Kata kakek menawari.
“Iya kek saya mau, terima kasih banyak kek.” Rumi mengiyani.
          Rumi dan kakek langsung menuju ke rumah kakek. Sampai disana kakek langsung memberikan baju kepada Rumi dan menyuruhnya untuk mandi dan berganti baju. Setelah itu kakek langsung mengajaknya untuk makan bersama sambil mengobrol.
“Ngomong-ngomong dari mana asalmu wahai anak muda?” tanya kakek.
“Sebenarnya saya bukan berasal dari sini. Saya tinggal di pulau seberang kek. Saya disini ingin memperoleh kehidupan yang layak, karena disana raja sangat bertindak semena-mena.” Terang Rumi.
“Jika seperti itu, kamu harus berhati-hati, walaupun raja disini terkenal dengan kebaikannya tetapi ia memiliki hubungan buruk dengan rajamu.” Kata kakek.
“Baik kek, saya mengerti. Kek saya ingin bertanya, disini bagaimana saya bisa mencari pekerjaan kek?” tanya Rumi.
“Sebenarnya kamu bisa menjadi prajurit di istana, jika kamu memiliki fisik yang kuat dan juga jiwa yang pemberani. Kamu bisa langsung menuju ke istana dan bilang bahwa kamu ingin menjadi prajurit disana. Lalu kamu akan langsung diuji apakah kamu layak menjadi prajurit atau tidak. Beristirahatlah dan kamu bisa pergi besok.” Jawab kakek.
“Baik kek, terima kasih banyak, kakek sudah sangat baik kepada saya, saya tidak akan melupakan kebaikan kakek.” Kata Rumi berterima kasih.
          Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Rumi segera pergi ke istana. Sesampainya di istana, seperti apa yang dikatakan kakek kemarin, ia langsung berkata bahwa ia ingin menjadi prajurit istana. Mendengar hal tersebut, panglima prajurit langsung menguji Rumi dengan berbagi macam ujian seperti memanah, menunggangi kuda dan bertarung melawannya. Setelah diuji ternyata Rumi sudah pantas menjadi prajurit istana, dan mulai sekarang ia bisa melaksanakan tugasnya sebagai prajurit istana.
          Pada suatu hai tiba-tiba, beberapa perombak datang ke pasar dan keributan  disana. Para perombak tersebut memaksa para penjual untuk menyerahkan uangnya. Mendengar hal tersebut, Rumi langsung menuju ke pasar dan langsung melawan para perombak tersebut sampai akhirnya mereka ketakutan dan merasa jera. Raja yang mengetahui hal tersebut langsung memuji-muji Rumi berkat keberaniannya. Lalu ia berniat untuk menikahkan anaknya, Aruan dengan Rumi. Sebenarnya Rumi sudah mencintai Aruan sejak lama, tetapi ia tidak berani menyatakannya karena ia hanya seorang prajurit dan ia putri kerajaan. Baron, seorang prajurit istana yang juga mencintai Aruan merasa iri dan tidak terima dengan keinginan raja. Ia berniat untuk menjatuhkan Rumi.
Baron mencari tahu asal usul Rumi dan ia mendapatkan informasi bahwa sebenarnya Rumi berasal dari sebuah kerajaan yang tidak disukai raja. Lalu ia memberi tahu raja yang sebenarnya. Raja merasa dibohongi dan langsung memetintahkan prajuritnya untuk memanggil Rumi. Setelah Rumi datang raja langsung menanyainya,
“Apakah benar kamu berasal dari kerajaan seberang?” tanya raja.
“Iya baginda raja.” Jawab Rumi jujur.
“Apakah kamu tidak tau jika aku membeci rajamu itu?” bentak raja.
“Saya mengetahuinya baginda, maafkan saya, saya hanya ingin mengabdi untuk kerajaan ini, saya dan keluarga saya sudah terlalu menderita disana, akhirnya saya memutuskan untuk kabur kesini.” Kata Rumi.
“Lalu kenapa kamu tidak memberitahuku sejak awal.”
“Maafkan saya baginda, saya benar-benar takut untuk mengatakan hal tersebut.” Kata Rumi meminta maaf.
“Saya akan memaafkanmu, tetapi jika kamu membohongi saya dan kamu sebenarnya hanya mata-mata dari kerajaan tersebut saya akan membunuhmu.” Ancam raja.
“Baik baginda, saya tidak takut karena saya memang kesini untuk  mendapatkan hidup yang lebih layak dari raja yang lebih bijaksana.
Mengetahui bahwa raja tidak jadi marah kepada Rumi, Baron merasa sangat kesal dan marah. Ia memutuskan untuk membunuh Rumi pada malam itu juga. Pasa saat tengah malam Baron mengendap-endap masuk ke kamar Rumi dan bersiap-siap membunuh Rumi. Ketika ia hendak menusuk Rumi yang sedang terbaring di atas ranjangnya tiba-tiba raja masuk ke kamar Rumi, raja yang hendak membicarakan tentang pernikahan Rumi dan anaknya yang akan dibatalkan, raja yang melihat hal tersebut langsung memamanggil prajurit lain untuk menghentikan Baron. Para prajurit langsung menangkap Baron dan menyeretnya keluar dari kamar Rumi. Pada saat dibawa menuju ke ruang sidang untuk menjelaskan apa yang sebenarnya Baron lakukan, mereka bersimpangan dengan Aruan. Baron langsung memberontak dan pegangan  para prajurit terlepas, Baron yang masih menyimpan pisau disakunya langsung menusukkannya ke Aruan. Raja tidak terima dengan perlakuan Baron akhirnya ia mengambil pisau Baron dan menusukkannya ke Baron, akhirnya Baron dan Aruan meninggal di tempat kejadian.




Nama : Valling Valentin
No : 33
Kelas : X MIPA 6
Bukan di Pondok
 “Bagas!!! Cepat bangun.” Teriak seseorang dari arah dapur.
“Bagas!!! Bangun sekarang apa mama siram pakek air kobokan ?” Tiba – tiba saja mamanya telah berada di kamarnya, dengan air yang siap di siramkan pada anak tunggalnya itu.
“Iya bentar lagi, ah elah ma”
“Sekarang! Kalo nggak...”
“Nyelo ma, santai. Masih pagi udah marah-marah aja, ntar cepet tua bingung.”
“Bagas!!!’
“Bercanda ma, slow hahahah “ Bagas langsung melompat dari kasurnya dan berlari menuju kamar mandi.
“Daaaa Mama Emma yang cantiknya nggak ketulungan.”
“Dasar, anak siapa ” Mama Emma merutuki dirinya sendiri
Bagas Imsami Maysaputra, dialah anak tunggal dari Ahmad Imsami seorang pemilik salah satu restoran mahal di Yogyakarta dan Emma Dewita yang merupakan salah satu guru di Yogyakarta.  Bagas baru saja lulus dari SMP Negeri 2 Yogyakarta, sehingga dia memiliki banyak waktu luang untuk melakukan  aktivitas kesukaannya.
          Hari ini Bagas, Danendra Ahsani, Rossi Setiatama, Elang Saniago, dan teman-teman lainnya yang tergabung dalam tim futsal SMPnya akan mengikuti pertandingan futsal yaitu Borobudur Futsal Fairplay Tournamen. Untuk mengisi waktu luangnya.
          “Gas, lo dimana? Bentar lagi pertandingannya mulai dan lo belum dateng!” Telpon Danendra dengan nada kesal.
          “Sorry , ini macet banget jalannya tungguin aja ntar lagi sampek” Bagaspun langsung menutup telponnya sambil merutuki dirinya sendiri. Sebenarnya dia baru akan menuju tempat pertandingan.
          “Anjayyy, harusnya gue udah ada disana. Pakek acara telat bangun lagi hasshhh”
***
“Lo dari mana aja sih?” Tanya Rossi pada Bagas
          “Udahlah  gak usah kebanyakan bacot, pertandingannya udah mulai.” Saut Danendra
          “Santai dong bos, lagian gue kan juga belum telat. Peluitnya aja belum bunyi” Bantah Bagas dengan nada yang ikut meninggi.
          Tanpa menanggapi perkataan Bagas tersebut,  Danendrapun langsung menuju lapangan dan dimulailah pertandingan.
Tak disangka-sangka, pertandingan yang hanya diawali dengan keisengan membawa mereka pada kemenangan. Dua gol yang dipersembahkan Bagas pada timnya membawa tim mereka menang dengan skor 2-0 di Borobudur Futsal Fairplay Tournament kali ini.
Sesampainya dirumah dia telah disambut dengan seorang yang menghadangnya dan memberondongnya dengan berbagai pertanyaan.
“Dari mana aja?” Tanya seorang lelaki gagah yang ada di ambang pintu.
“Rumah temen”
“Mau jadi apa kamu jam segini baru pulang? Keluar juga gak pamitan !”
“Jadi pengusaha.”
“Pengusaha kamu bilang? Kalo mau jadi pengusaha dibilangi sama orang tua itu nurut! Ayah itu penginnya kamu,” Belum selesai ayahnya bicara tiba-tiba saja Danendra datang dengan motor ninjanya.
“Assalamu`alaikum om”
“Oh Danendra, Wa`alaikumsalam ada urusan sama Bagas?”
“Iya om ini tadi habis ada pertandingan futsal, dan Alhamdulillah kita menang tapi Bagasnya malah pulang duluan.”
“Bagasnya nggak cerita sama om. Yaudah kalo gitu om masuk duluan aja, kalo mau ngobrol di dalem aja.”
“Iya om, makasih”
“Temennya diajak masuk.” Suruh Ayah Bagas pada Bagas.
“Ya.”
Ahmad Imsamipun meninggalkan mereka beedua di teras rumah.
“Gas sorry masalah yang tadi, biasalah gue kebawa emosi.”
“Yoi, santai aja Dan. Gue juga kebawa suasana tadi, sorry.”
“Btw, gue tadi mau ngasih trophy ini. Kan lo yang udah nyumbang semua gol di tim kita.”
“Lah gapapa nih, kalo gue yang bawa? Ya wajarlah kalo gue yang nyumbang gol paling banyka, semua bahkan. Orang lawannya aja udah terpukau duluan lihat wajah gue. Ya nggak?”
“Eh, dasar dugong ya lo. Pede lo turunin dikit, lo mau mereka jadi maho trus ngejar-ngejar lo?”
“Idih ya nggak lah, btw lo nggak mau masuk?”
“Udah nggak perlu, gue langsung pulang aja. Lagian tadi mama gue titip sesuatu.”
“Yaudah hati-hati dijalan bro, takutnya nanti lo nabrak semut yang mati justru lo haha”
“Dasar, gue pulang duluan”
Keesokan paginya  Bagas dan kedua orang tuanya sedang sarapan seperti biasa, namun rasanya ia ingin menghentikan aktivitasnya. Arah pembicaraan orang tuanya menuju pada kelanjutan pendidikan Bagas. Kedua orang tua Bagas memiliki niatan untuk memondokkan Bagas. Hal ini sudah menjadi adat turun temurun dari keluarganya. Di sisi lain, Bagas memiliki pilihan jalannya sendiri. Ia tidak ingin hidup di lingkungan pondok pesantren yang terkenal dengan berbagai aturan-aturan Islami.
 Bagas tidak siap untuk meninggalkan Falisha Dellanova dan memutus semua hubungan bahkan memutus komunikasi antara keduanya. Namun, mau seperti apapun keputusan seorang Ahmad Imsami tidak dapat diganggu gugat.
Darul Arqom, itulah pondok pesantrennya. Dengan keterampilan yang mumpuni di bidang olahraga khususnya futsal, seorang Bagas Imsami dapat dengan mudah dikenal di sekolah barunya, yaitu salah satu SMA yang ada dalam Pondok Pesantren Darul Arqom tersebut. Tidak hanya dirinya saja, Danendra, Elang  dan juga Rossi memilih untuk mengikuti jejak Bagas. Mereka berempat bearada dalam satu Ponpes.
Tidak hanya Danendra, Elang dan Rossi, Bagas memiliki banyak teman baru salah satunya Revaldo Mahardika yang merupakan ketua tim futsal di sekolahnya dan Mario Aldo sahabat dari Revaldo.
Suatu hari, ada pertandingan futsal yang diselenggarakan di Green Elite School, Yogyakarta. Karena terkenal akan kemampuannya dalam futsal Revaldo mengajak Bagas dan temannya satu tim untuk mengikuti pertandingan tersebut.
Tak di sangka, Bagas bertemu dengan Della saat pertandingannya di Green Elite School. Mereka tidak sengaja berpapasan dan Della menyapa Bagas dengan spontan. Jelas terlihat dari kedua sorot mata mereka, mereka sangat merindukan satu sama lain. Namun, tidak hanya Bagas yang dikejutkan dan dibuat terpesona oleh Della, Revaldo yang tidak mengetahui masa lalu mereka diam-diam menaruh rasa.
“Bagas?”
“Oh iya” Balas Bagas dengan diikuti senyum yang penuh keraguan.
“Ehm hai? Temennya Bagas ya? Kenalin gue Revaldo ketua tim futsal Darul Arqom.” Serobot Revaldo dengan mencoba mengajak kenalan Della.
“Gue Della, salam kenal ya. Yaudah gue duluan ada urusan.”
Sepeninggalan dengan kepergian Della, Revaldo bertanya banyak hal mengenai Della. Sampai suatu hari dia mendapatkan nomor hp Della dan mulai melakukan pendekatan. Namun sayangnya usaha yang dilakukan Revaldo sia-sia. Hari dimana semua yang telah dia persiapkan dengan sempurna untuk menjadi hari bahagianya, berubah menjadi hari yang sangat suram dalam sejarah hidupnya. Revaldo ditolak oleh Della.
Di lain sisi Della terus-terusan berusaha untuk dapat bertemu dengan Bagas. Hingga dia memberanikan diri secara diam-diam masuk kedalam Pondok Pesantren Putra Darul Arqom yang sudah jelas-jelas merupakan kawasan terlarang baginya. Yang pertama, karena dia adalah perempuan dan yang kedua, karena dia bukanlah murid dari pondok pesantren Darul Arqom.
Bertemulah Bagas dan Della di kebun belakang, sayangnya keberuntungan tidak memihak pada mereka. Salah satu sahabat Revaldo yaitu Mario mengetahui pertemuan mereka. Mario yang memiliki rasa dendam kepada Bagas melaporkan apa yang telah dilihatnya pada Revaldo bahkan memfitnah bahwa Bagas telah main belakang dengan Revaldo hingga Della menolak Revaldo Sang ketua tim futsal Darul Arqom. Mario sendiri dendam terhadap Bagas karena semenjak kedatangan Bagas di Ponpes, Revaldo lebih memilih Bagas untuk diikutkan dalam pertandingan-pertandingan futsal yang ada.
Tidak berhenti sampai disitu, Revaldo yang telah termakan oleh omongan Mario langsung melaporkan kejadian tersebut kepada Kyai besar yang menjadi Kepala sekolah tanpa berpikir panjang. Bagaspun harus menerima konsekuensinya bahwa dia harus dikeluarkan dari pondok pesantren.
Danendra, Elang dan Rossi yang masih bertahan di pondok pesantren, semakin hari semakin tidak tahan dengan apa yang dilakukan oleh Revaldo. Revaldo berubah menjadi pemimpin yang jauh dari jalan benar. Karena hal tersebut Danendra memutuskan untuk melakukan perlawanan pada Revaldo dan ingin mengambil alih jabatan yang diemban Revaldo untuk mengembalikannya menjadi seperti semula. Mendengar kabar simpang siur tersebut, Bagas yang belum sepenuhnya terlepas dari pondok pesantren kecewa dengan apa yang dilakukan Danendra. Terjadilah perdebatan panjang antara keduanya, yang sesungguhnya hanya disebabkan oleh kesalahpahaman semata. Selepas dari pendidikannya dalam Ponpes, Bagas menjadi seorang anak yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Memang harus ada yang dikorbankan untuk suatu perubahan.



Nama : Yesika Elsyava P
No. : 34
Kelas : 10.6
DENO SAHABATKU
Sinar mentari bersinar terang Nuhan seorang anak yang tangguh mengangkat karung beras besar. Keringat dari dahi yang berpeluh menetes diusap dengan kaos lusuh yang dipakainya. Nuhan adalah anak miskin yang putus sekolah, menyambung hidup dengan bekerja menjadi tukang angkat beras di pasar dekat rumahnya. Bapak dan ibunya bekerja sebagai penjual sayur dan sayur itupun dipetik dari kebun sewaan milik pak Lurah. Setiap bulan mereka harus membayar sewa kebun untuk menanam sayuran. Sangat sepi pasarnya sangat sepi pula pembeli yang datang.
 ‘’Nuhannnnn”, teriak deno sahabat karib nuhan.
Sambil membawa surat kabar digenggamanya Deno berlari kepada Nuhan .tanpa berbasa basi ia memberikanya kepada Nuhan. Nuhan yang duduk bersanatai merasa kaget dengan teriakan sahabatnya.
‘’Ada apa den?’’, sahut Nuhan dengan mengusap keringat diwajahnya.
‘’Lihat ini ada lomba pencak silat, hadiahnya lumayan bagaiamna kalau kita ikut Nuhan?’, kata Deno.
Nuhan memang jago dalam urusan silat karena dulu dia pernah ikut di padepokan silat kampungnya. Banyak penghargaan yang ia peroleh tetapi sejak putus sekolah ia menjadi jarang berlatih dipadepokannya. Keterbatasan biaya pun menjadi alasan utama. Berpikirlah Nuhan sambil merenung apakah ia ingin ikut lomba tersebut. Kebetulan biaya pendaftaran lumayan mahal, tetapi hadiah yang diperoleh  juga besar. Akhirnya ia memutuskan untuk mengikuti lomba silat itu.
Berbeda dengan Deno , Deno memang anak dari orang tua yang mampu. Dia  sekolah , tidak seperti Nuhan. Hidupnya serba keturutan. Tetapi dia anak baik masih mau bertemaan dengan Nuhan anak yang miskin, tak berfikir panjang deno meumutuskan untuk ikut dalam loba silat itu.
Berlarilah mereka ke toko sewaan bapak dan ibu Nuhan. Nuhan meminta izin kepada orang tuanya dengan harapan ia boleh mengikuti lomba silat. bapak Nuhan mengizinkan tetapi tidak dengan  ibu Nuhan, justru tidak mengizinkan. Alasan ibu Nuhan tempat untuk lomba sangat jauh butuh banyak uang untuk kesana. Tempat lomba memang jauh jika naik bis butuh waktu dua hari sampai kesana.
‘’Biarkanlah bu Arum,, Pak arga saja mengizinkan masa ibu tidak?’’ rintihan Deno sambil memaksa.
Setelah berfikir lama  akhirnya ibu arum menyetujui bahwa Nuhan mengikuti lomba tersebut. Senang hati Nuhan mendengarnya. Apalagi Deno, dia lebih senang dibanding Nuhan  sampai dia loncat loncat kegirangan.Sesampainya dirumah nuhan langsung mempersiapkan segala sesuatu yang dia perlukan untuk lomba.
Keesokan harinya dia dan Deno berpamitan kepada Pak Arga dan Ibu Arum. Untuk menuju ke terminal Soedirman, terminal paling dekat dari kampungnya. Sesaimpanya diterminal mereka langsung naik bis jurusan Jogjakarta. Dalam perjalanan banyak hal yang mereka lakukan mulai dari makan, tidur, dan bercerita tentang hadiah pencak silat. Deno mengiginkan ternak kambing  yang besar sedangkan Nuhan ingin membuka ternak bebek dikampungnya. Sampailah keduanya di Jogjakarta selama menempuh perjalanan dua hari.
Turun dari bis sinar senja terang menyinar, tetapi ada keributan di terminal Jojga saat itu. Ada seorang bapak yang kecopetan tas yang dibawanya di copet maklum saja terminal memang rawan kecopetan. Langsung dengan sigap Nuhan dan Deno datang ke pencopet tersebut dan mengahajar dengan maksud untuk mendapatkan tas bapak tersebut. Setelah mengejar berkeliling terminal, tertangkaplah pencopet tersebut tanpa berbasa basi copet tersebut langsung menonjok muka Nuhan, tak terima akhirnya Nuhan menghajarnya sampai penjahat tersebut memberikan tas milik bapak itu. Setelah mendapatkanya langsung diberikan kepada bapak itu.
‘’Hai nak, nama kalian siapa? Perkenalkan nama saya Pak Maulana. Terima kasih atas bantuan kalian terima kasih banyak nak’’, kata bapak Maulana dengan nada pelan.
‘’Nama saya Nuhan Pak, sedangkan yang ini (sambil menunujuk Deno) ini adalah Deno. Sama- sama Pak ‘’, sahut Nuhan.
Kemudian Pak Maulana mengajak mereka berdua untuk minum teh di warung. Sambil berbincang bincang dan berkenalan. Pak Mulana ternyata Adalah seorang Ustaz di pondok pesantren Kudus di Jogjakarta. Berbicara tentang pesantren memanglah hal yang paling Nuhan sukai. Karena dia dulu bercita-  cita mondok di Pesantren. Sampai lupa waktu akhirnya Nuhan membayar teh yang mereka minum. Namun saat ingin membayar, dompet Nuhan hilang begitu juga dengan Deno. Setelah berfikir dimana dompet hilang, ternyata dompet itu diambil oleh pencopet saat menghajar copetnya. Akhirnya Nuhan dan Deno diajak oleh Ustaz Maulana ke pondoknya.
Ustaz merasa kasihan kepadanya, mereka kehilangan uang untuk berbekal di jogja. Pupus sudah harapan Nuhan dan Deno untuk mengikuti lomba tersebut karena uang untuk pendaftaran lomba juga hilang. Karena ustaz Maulana merasa kasihan kepada keduanya, ustaz Maulana mengizinkan mereka untuk tinggal di pondok pesantren.
Meminjam telepon pesantren Deno menelpon orang tuanya yang ada di kampung, bahwa dia dan Nuhan tidak akan mengikuti lomba silat karena mereka kecopetan dan akhirnya tinggal sementara di pesantren. Begitu pula dengan Nuhan, tetapi Nuhan justru dilarang pulang oleh bapaknya. Pak Arga menyuruh Nuhan untuk menetap disana sampai dia mendapatkan ilmu agama yang didapatkan.
‘’Nak, tinggalah di pesantren itu. Dulu kamu bercita cita ingin masuk ke pesantren. Tinggal saja kamu disana, Allah memang telah menakdirkanmu untuk di Pesantren. Masalah uang biarlah bapak dan ibumu yang mencarikannya’’ ,kata pak Arga liwat telepon genggam.
Apalah daya Nuhan akhirnya menempuh pendidikan disana, dengan Deno yang memutuskan untuk pindah sekolah. Baru sehari masuk pondok pesantren Nuhan sudah mendapatkan teman baru bernama Nilam, anak Ustaz Maulana. selain teman baik, dia juga berteman dengan orang yang membencinya. Nendra dan ketiga temanya Denta, Dimas, dan Dody. Satu asrama, satu kelas menjadi tantangan bagi Nuhan dan Deno. Nendra dan ketiga temanya tak henti mengusik mereka.
‘’Hai Nuhan, sini kamu.. kamu jangan sok jagoan deh didepan Nilam. Terus sok bisa ngaji lagi didepan Pak Ustaz. Emang kamu pikir itu semua baik buat kamu. Jelas enggak’’, kata Nendra dengan nada tinggi dan kesal.
‘’Baik Nendra, Insyaallah’’, jawab Nuhan singkat.
Usia Nuhan sekarang 17 tahun jadi maklum saja dia mulai tertarik pada lawan jenis, tanpa sepengetahuan Deno, Nuhan sering memikirkan Nilam. Pagi hari yang cerah, Nuhan dan Deno  datang ke kebun sekarang waktu piket mereka untuk menyirami tanaman. Tak disangka disana mereka beretemu Nilam dengan Disya sahabat Nilam. Mencuri curi pandanglah yang dilakukan Nuhan. Ternyata Deno juga mulai tertarik kepada Disya. Matanya berbinar apabila melihat Disya.
‘’ Assalamualaikum’’, salam Nilam
‘’ waalaikumsallam’’. Jawab Nuhan dan Deno sambil tersenyum.
1 tahun berlalu, mereka berempat masih saja kompak Nuhan,Deno, Nilam dan Disya.Melihat mereka berempat  membuat Nendra merasa kecewa, Nendra mulai menyusun rencana bagaimana menyingkirkan Nuhan dan Dodi dari pondok pesantren.
Seperti biasanya setiap pagi Dodi membuat Kopi untuknya dan Nuhan. Mulai disitulah rencana nendra dan ketiga temanya muncul.
‘’ Beri racun saja pada kopi mereka biar mereka mati karena keracunan’’, ide dimas.
‘’ Iya, diusir dengan segala cara. Sudah nggak mempan’’, teriak Dodi.
‘’Satu tahun muak aku melihat wajah mereka berdua’’, sahut Denta.
‘’ Baiklah’’, sahut Nendra.
Kopi deno  jadi tapi hari ini dia hanya membuat satu saja mungkin Nuhan sedang puasa. Dengan sigap Nendra dan ketiga temanya langsung memberi racun ke kopi buatan Deno. Ternyata kopi buatan Deno adalah  kopi untuk pak ustaz. Diantar  kopi itu kepada pak Ustaz, selang beberapa menit pak Ustaz langsung muntah dan napasnya tersedak sesak. Deno  bingung apa yang akan ia buat. Tak lama kemudian ustaz Maulana meninggal.
Nuhan murid kesayangan ustaz tak percaya jika Dodi melakukan itu, dia merasa kecewa kepada Deno. Nendra yang merasa bingung, dan ketiga temanya langsung meninggalkan ponpes itu. Nilam sangat sedih dan terpukul sahabatnya selama ini telah membunuh ayahnya.
Sesuai dengan konsekuensinya dipondok Kudus, Deno harus dihukum mati. Deno merasa sedih sangat sedih hidupnya bagai jantung tertusuk tombak. Tanpa tahu kesalahanya ia dibunuh hidup-hidup.
7 hari setelah meninggalnya pak Ustaz eksekusi mulai dilakukan, orang tua Deno serta Nuhan datang kesana tak percaya jika putranya melakukan hal keji seperti itu. Deno meminta bahwa yang menembaknya nanti haruslah Nuhan.
‘’ Aku bersumpah, demi Allah SWT aku tidak membunuh ustaz.  Demi Allah tak apa aku dibunuh daripada fitnah ini terus menerus bersahut bibir satu dengan bibir lain  aku terima atas eksekusi ini’’, ucap Deno  meneteskan air mata.
Kata kata itu makin membuat Nuhan merasa sedih dia harus menembak sahabatnya sendiri yang selama ini menjadi saudaranya dikala senang dan sedih.
Dorrrrr suara tembakan yang ditembakan kepada Deno.
Keesokan harinya setelah eksekusi mati Deno, Nendra dan ketiga temannya datang ke ponpes itu berkata jujur bahwa yang memberikan racun kepada minuman pak ustaz adalah mereka. Mendengar kata kata busuk itu Nuhan dan Nilam merasa benci sekali kepada mereka. Bagaimana tidak Nilam telah kehilangan ayahnya serta Nuhan telah kehilangan Deno sahabatnya. Kemudian Nendra dan ketiga temanya dilaporkan ke polisi atas apa yang mereka perbuat. Nasi telah menjadi bubur semua orang diponpes merasa salah telah memfitnah Deno sebagai pembunuh almahrum ustaz Maulana.
Masa lalu telah berlalu, akhirya Nuhan dan Nilam menikah. Mereka mempunyai anak yang diberi nama Deno, seperti nama seorang sahabatnya yang baik hati. Ponpes Kudus telah diurus oleh Nuhan dan mulai maju cita-cita sahabtanya yang emnginginkan ternak kambing banyak telah ia jalnkan.  Sedangkan Disya sahabat Nilam, sekarang  dia menikah dengan adik Deno bernama Teno. Mereka hidup bahagia mereka tidak akan pernah melupakan Deno.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anekdot Kelompok

Anekdot Individu Absen 21-30